BCN Indonesia – Pada Senin, Amerika Serikat menyampaikan pihaknya membantu penyelidikan pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise dan tidak menutup kemungkinan akan mengirim pasukan atas permintaan Haiti.
Menurut otoritas Haiti, 28 pria tim pembunuh – 26 orang Kolumbia dan dua orang warga negara AS – membunuh presiden Moise di rumahnya pekan lalu, yang juga melukai istrinya.
“Atas permintaan pemerintah Haiti, Departemen Kehakiman, bersama dengan rekan pemerintah AS-nya, membantu Kepolisian Nasional Haiti dalam penyelidikan,” jelas Departemen Kehakiman dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP, Selasa (13/7).
“Sebuah penilaian awal telah dilaksanakan di Haiti oleh pejabat senior AS. Departemen akan terus mendukung pemerintah Haiti dalam kajian fakta-fakta dan keadaan seputar serangan mengerikan ini.”
Departemen Kehakiman juga menambahkan pihaknya juga akan menyelidiki jika ada UU AS yang telah dilanggar.
“Para pemimpin politik perlu bersatu,” jelas Presiden AS Joe Biden kepada wartawan.
“AS siap terus memberikan bantuan.”
Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki menyampaikan delegasi penegak hukum AS dan pejabat keamanan nasional yang berkunjung ke Haiti pada Minggu menekankan adanya instabilitas di negara tersebut setelah pembunuhan Moise.
“Apa yang jelas dari kunjungan mereka adalah kurangnya kejelasan soal masa depan kepemimpinan politik,” jelas Psaki.
Psaki mengatakan permintaan Haiti untuk pengerahan pasukan AS dan pengamanan masih dianalisis. Ditanya apakah Gedung Putih mengesampingkan pengiriman pasukan, dia menjawab “tidak.”
Motif pembunuhan tersebut belum diungkap ke publik dan pertanyaan seputar dalang pembunuhan juga masih menjadi pertanyaan.
Delegasi AS yang mewakili Departemen Kehakiman, Departemen Keamanan Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Dewan Keamanan Nasional bertemu dengan pejabat tinggi Haiti.
“Delegasi meninjau keamanan infrastruktur penting dengan pejabat pemerintah Haiti dan bertemu dengan Kepolisian Nasional Haiti, yang memimpin penyelidikan pembunuhan itu,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Emily Horne.
Mereka juga bertemu dengan para pemimpin politik Haiti, termasuk Perdana Menteri sementara Claude Joseph dan Presiden Senat Joseph Lambert, “untuk mendorong dialog yang terbuka dan konstruktif untuk mencapai kesepakatan politik yang memungkinkan negara itu menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil.”