BCN Indonesia – Salah satu nelayan yang berinisial (KP) berada tepatnya di Kelurahan Kawal, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan mengatakan pada saat ini sebagian besar nelayan yang ada di wilayah Kabupaten Bintan, mengaku kesulitan mendapatkan BBM jenis solar bersubsidi.
“Kita selalu menunda ke laut hingga berminggu-minggu, karena kami sangat sulit untuk mendapatkan BBM. Kalau untuk kapal ukuran 20 GT, kalau pun ada justru bisa membeli hanya sekitar 50 persen dari kebutuhan. Begitu, yang terjadi pada nelayan yang memiliki kapal 5 GT atau kecil,” ujarnya kepada BCN Indonesia, Sabtu (13/8/2022).
Dijelaskan, kalau nelayan mengikuti aturan untuk mencukupi kebutuhan sesuai aturan, maka sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan BBM untuk melaut. Kalau membeli ketempat lain, bukan sedikit pula yang langsung ditangkap oleh pihak aparat penegak hukum.
“Terkesan untuk persediaan BBM bersubsidi, ada permainan. Karena justru kapal-kapal besar lancar-lancar mendapatkan BBM, terutama kapal yang dari luar wilayah Bintan Timur. Bahkan bukan rahasia umum, kalau hal seperti itu kerap terjadi, namun semua berjalan terkesan lancar dan sah-sah saja,” tambahnya.

Terkait permasalahan BBM jenis Solar bersubsidi yang menimpa dan mencekik para nelayan khusunya di daerah Kawal, Kabupaten Bintan tersebut karena adanya pengusaha ikan besar yang bermain dalam melakukan pengangkutan minyak sebanyak 30.000 liter/bulan yang dilakukan dengan pengangkutan mobil lori, sedangakan menurut UU harus kapal yang bersangkutan atau mobil tanki Pertamina yang harus melakukan pengangkutan, ini sudah jelas melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 191 tahun 2014 dengan sanksi ancaman hukuman sekurang-kurang nya 6 tahun penjara, hanya kapal di bawah 30 GT yang diperkenankan membeli Solar subsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). “Untuk kapal nelayan dengan bobot 30 GT atau lebih, kami sediakan solar industri.
Diketahui dalam keterangan warga setempat bahwa pengusaha ikan tersebut yang sering disebut Akok di daerah Kawal, Kabupaten Bintan ini ternyata memiliki kapal ikan lebih dari 30 Gross Ton (GT) yang seharusnya membeli bahan bakar dengan solar Industri bukan subsidi.
Maka dari itu, ini harus selayaknya dilakukan penyelidikan oleh aparat penegak hukum, sehingga tidak menjadi sebuah permainan dalam hal penyuplaian kebutuhan BBM bagi nelayan.
Karena yang terjadi hingga saat ini, yang kesulitan mendapatkan BBM, justru nelayan yang benar-benar membutuhkannya.
“Kebutuhan dan ketersedian BBM untuk nelayan, seharusnya ada jaminan dari pemerintah. Bukan yang terjadi justru sebaliknya, nelayan menjadi korban dan tidak bisa melaut karena kesulitan mendapatkan BBM,” tegasnya.
“Selagi aparat penegak hukum dan instansi terkait, tidak mengurai dan mencarikan solusi. Maka nasib nelayan akan semakin terjepit, dan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan, apa lagi untuk meningkatkan ekonomi keluarganya, sedangkan nelayan besar seperti Akok seharusnya diberikan sanksi hukuman karena sudah melanggar hukum sesuai dengan pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan acaman hukuman 6 tahun penjara.
Penulis : Rp