BCN Indonesia – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa nasional Indonesia (GMNI) Batam Diki Candra menduga Kepala Pengadilan Negri (PN) Batam dan Kejaksaan Negri Batam (Kejari) melakukan transaksional dan memperjual belikan hukum dalam tindak pidana TPPO, sengaja dan terkesan hukum bisa dibeli terhadap kasus terpidana Dyah Trihastuti, (17/7/2023).
Persidangan yang dipimpin oleh majelis Hakim pengadilan Negri Batam, Sapri Tarigan, Nora Gaberia Pasaribu, Edy Sameaputty, Panitra peganti Bambang Fajar Marwanto dan Penuntut Umum Kejaksaan Negri Batam Samuel Pangaribuan dengan perkara 202/Pid.Sus/2023PN Btm seolah-olah telah sengaja dan bekerja sama membuat Hukum tumpul ke atas untuk membuat terdakwah mendapatkan Hukum ringan dalam tindak pidana TPPO.
“Bentuk unsur-unsur pelanggaran HAM berat sudah terpenuhi ini jelas menjadi kecurigaan terhadap Pengadilan Negri Batam dan Kejaksaan Negri batam melakukan Hukum Industrial terstrukur dari kepala sampai tataran bawahan untuk bagaimana proses hukum bisa diperjual belikan untuk keuntungan Pribadi”
DPC GMNI Batam Juga memintak Kepala Pengadilan Tinggi Kepri dan Kejaksaan Tinggi Kepri diperiksa oleh KEJAKSAAN RI dan PENGADILAN RI, melihat kinerja dari istansi Penegak hukum yang tidak berintegritas dan profesional terjadi di kota batam seolah-olah Kejati Kepri, Pengadilan Tinggi kepri melakukan pembiaran di wilayah kerjanya.kita sudah bersurat secara resmi kekejati dan pengadilan tinggi kepri tapi tidak ada respon ini benar benar tindakan pembiaran.
GMNI adalah organisasi intelektual mahasiswa yang terus mengambil peran agent kontrol Publik untuk terus mengawal kebijakan pemerintah dan hukum.
Lanjut, ketua Diki Candra menentang “ Segala sesuatu yang berbentuk mengirim ataupun mendatangkan pekerjaan secara ilegal sudah jelas masuk pada tindakan trafficking di Indonesia, maka atas nama Dyah Trihastuti sudah jelas melanggar UU Hak Asasi Manusia dan UU TTPO secara sadar sengaja mengirim warga negara Indonesia ke luar negri adalah pelanggaran HAM berat”, Ujarnya.
Lebih lanjut diki mengatakan, “melihat kebijakan Publik pada keputusan majelis hakim dan tuntutan Kejari seolah-olah melecehkan Hukum dimata hukum dan dinmata publik, di mana pemerintahan Pusat menghabiskan APBN dan memberikan atensi kusus untuk memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) hanya omong kosong dimata penegak HUKUM dibatam dan perlunya evaluasi dari DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk merumuskan Undang-undang TRAFFCKING yang lebih spesifik kepada Oknum membekingin”.
(GMNI)
Part : 2