MEDIATRIAS.COM – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Prof Muhadjir Effendy menegaskan enam warga di Kabupaten Puncak, Papua Tengah meninggal karena kelaparan. Muhadjir mengaku sempat marah karena penyebab enam warga yang meninggal karena diare.
“Bener meninggalnya diare. Kan nggak ada visum dokter meninggal kelaparan nggak ada. Ya diare itu karena kelaparan,” kata Muhadjir dalam sambutan penutup di acara Seminar Nasional Transformasi Peradaban Bahari Menuju Indonesia Emas 2045 di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK) di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Hasil visum dari enam warga yang meninggal disebut akibat diare karena bencana kekeringan yang memicu kelaparan di wilayah tersebut. “Saya agak marah kemaren di sana, diplintir, masak ada ini bukan karena kelaparan tapi diare, iya diarenya karena laper. Kan nggak ada dokter diagnosis mati karena kelaparan. Sebabnya diare karena bakteri mematikan itu,” ujar Muhadjir.
Muhadjir menjelaskan, adanya cuaca ekstrem berupa kabut es membuat umbi-umbian yang merupakan makanan pokok masyarakat di sana membusuk. Hal ini membuat masyarakat tidak memiliki bahan bahan makanan lain selain umbi-umbian tersebut dan menjadi penyebab masyarakat mengalami diare.
“Umbi busuk semua. Nah itu kalau dimakan itu terus jadi diare itu. Sampai meninggal. Makanya bener meninggalnya diare,” ujarnya.
Karena itu, Pemerintah menilai perlunya mencari varietas umbi-umbian yang tahan terhadap cuaca ekstrem di Papua Tengah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kelaparan di wilayah tersebut di masa mendatang.
“Saya sudah meminta IPB untuk mengkaji kira-kira umbian apa yang bisa ganti umbi di sana. Karena musimnya sudah dipastikan nanti menjelang Juli atau awal pertengahan Juni ada hujan es. Nanti kalau setelah hujan es itu kemudian ada kabut es, kabut es ini nggak tahu karakternya apa itu yang membikin umbi-umbian busuk, makanan pokok maka umbi bukan padi,” ujarnya.
Sebelumnya, terjadi krisis pangan di dua distrik di Kabupaten Puncak, Papua Tengah yang berdampak ke 7.500 warga di wilayah tersebut. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut telah mendistribusikan sebanyak 7.685 kilogram (kg) logistik bantuan krisis pangan ke daerah itu.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyampaikan, bantuan berupa sembako, matras, selimut, genset, dan tenda gulung ini telah terdistribusi. “Per 7 Agustus di Sinak kita sudah menurunkan 3,8 ton dan di Agandugume sudah 3,8 ton, Agandugume ini yang lebih dekat dengan daerah yang terdampak, dan untuk ke Sinak kita sudah stop karena jaraknya jauh,” ujar Muhari dalam keterangannya, dikutip Selasa (8/8/2023).
Muhari menjelaskan, cuaca dan medan yang sulit menjadi kendala dalam penyaluran bantuan pangan ke wilayah yang dilanda kekeringan di Papua Tengah. Namun demikian, tim bantuan dari Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mengirimkan bantuan tersebut.
“Mulai dari hari Sabtu kemarin tanggal 5 itu kita sudah bisa tembus ke Agandugume dan setiap hari kita usahakan ada apa bantuan yang kita kirimkan dengan pesawat caravan, jadi pesawat caravan ini satu porsinya itu cuma bisa mengangkut 900 kg,” ujarnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut sejumlah warga yang meninggal di Kabupaten Puncak, Papua Tengah tidak disebabkan karena kelaparan. Berdasarkan laporan Sekretaris Wilayah Daerah dan Kepala Dinas setempat, Mentan mengatakan, sejumlah warga yang meninggal tersebut menderita diare.
“Saya habis dua tiga hari, dua hari terakhir ini ngecek banget apa itu kelaparan membuat dia meninggal. Kok kalau meninggal kelaparan kok cuma satu keluarga? Jadi kelaparan itu bersifat masif. Oleh karena itu, yang ada menurut laporan dari Sekwilda dan Kadis setempat bukan kelaparan. Diare,” ujar Syahrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Ia menjelaskan, pada hari pertama, warga tersebut mengalami muntah hingga 20 kali dan juga diare yang menyebabkan dehidrasi. Mentan pun menyiapkan sejumlah langkah darurat untuk membantu penanganan kondisi tersebut selama tiga bulan ke depan.
Selain itu, ia juga akan mengirimkan sekitar 10 ribu tanaman polybag ke enam distrik yang mengalami bencana kelaparan.
“Yang kedua temporary agenda saya akan mobilisasi kurang lebih 10.000 polybag. Tanaman polybag di sekitar halaman rumah. Karena di sana 6 distrik. Satu distrik yang bersoal,” kata dia.
Menurut Syahrul, pemerintah tidak boleh gegabah dalam melakukan penanganan darurat untuk membantu warga sekitar mengingat kondisi wilayah yang berada di ketinggian. Untuk bisa mensuplai kebutuhan warga setempat, Mentan menyebut akan berfokus pada daerah Timika.
“Agenda ketiga, permanen agenda saya akan buat lahan penyangga di sana. Dan saya kira kalau di puncak itu masalah hujan es dan lain-lain setiap tahun seperti itu. Jadi ini menurut saya, tapi mari teman-teman mengecek, bukan karena kelaparan, tapi karena muntaber,” jelasnya.
Meskipun demikian, Mentan mengakui di daerah tersebut juga terjadi cuaca ekstrem. Karena itu, ia menyebut akan kembali mengecek kondisi warga setempat pada pekan depan untuk melakukan intervensi.
Sementara, terkait food estate yang sudah dibangun di Kabupaten Keerom, Papua, Mentan mengatakan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan di Papua Barat.
“Kan jauh banget dari Papua ke sana. Ini di atas gunung. Cuma bisa dilakukan pendekatan di Timika. Oleh karena itu, di Papua itu yang disiapkan sekarang itu food estate memang untuk kepentingan Papua Barat, dan ini (bencana) di Papua Tengah,” ujar dia
Sumber: Republika