BCN Indonesia – Syarat BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah dikritik. Menanggapi kontra di masyarakat, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menganggap kebijakan itu tak perlu dipandang negatif.
Dia menilai syarat itu masih wajar diterapkan. Apalagi, katanya, yang biasanya membeli tanah adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi relatif baik.
“Secara logika, masyarakat yang bisa membeli tanah adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi yang relatif bagus. Seharusnya tidak menjadi masalah untuk membayar iuran kelas 2 atau kelas 1 BPJS,” kata Moeldoko, Rabu (23/2).
Dia menuturkan KSP sebagai anggota tim koordinasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memastikan pemerintah akan terus melakukan komunikasi kepada masyarakat. Timnya juga memastikan Kementerian/Lembaga terkait sudah siap dalam menjamin sistem pelayanan terintegrasi dengan BPJS.
Moeldoko mengungkapkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden telah mengumumkan ketentuan itu berlaku per 1 Maret mendatang.
“Namun perlu menjadi catatan, ketentuan tersebut hanya berlaku pada satu layanan yang menjadi tanggung jawab ATRBPN, yakni hanya jual-beli tanah. Tidak termasuk hibah, ataupun lainnya. Ketentuan tersebut juga hanya diberikan kepada pihak pembeli saja, tidak kepada pihak penjual,” jelas Moeldoko.
Apabila pihak pembeli masih belum menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan pada saat pengajuan permohonan, administrasi permohonan tetap akan diproses dengan catatan. Sehingga pada saat pengambilan dokumen, pihak pemohon wajib melampirkan bukti kepesertaan aktif BPJS Kesehatan.
Sebagai informasi, per 31 Januari 2022, jumlah peserta BPJS Kesehatan ada 236 juta atau sekitar 86 persen penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, 139 juta di antaranya merupakan Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Sementara itu, peserta nonaktif (menunggak/tidak bayar iuran) terhitung sebanyak 32 juta (14 persen).
Hal ini berdampak pada defisit keuangan BPJS Kesehatan yang tinggi. Sehingga pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang menginstruksikan 30 kementerian/lembaga untuk mendukung program ini.
sumber: merdeka.com