BCN Indonesia – Empat orang tersangka penipuan perusahaan asal Korea Selatan, Simwoon Inc dan perusahaan Taiwan, White Wood House Food, yang ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri merupakan warga asal Depok, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
“Tersangka atas nama CR (25) alamat Kebayoran Baru, Jaksel. Tersangka atas nama NTS (38) alamat Sukmajaya, Kabupaten Depok. Tersangka atas nama YH (24) alamat Cilandak, Jaksel. Tersangka atas nama SA alias FP alamat Pegangsaan, Jakpus,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim, Brigjen Asep Edi Suheri di Gedung Bareskrim pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Dalam menjalankan aksinya, Asep mengatakan para pelaku memiliki peran masing-masing. Tersangka CR, perannya sebagai pendiri dan direktur perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari dugaan tindak pidana.
Pelaku YH, lanjut dia, perannya sebagai pendiri dan direktur perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari dugaan tindak pidana. Juga membuat rekening dengan identitas palsu yang digunakan untuk menerima aliran dana.
Lalu, pelaku NTS perannya pendiri dan direktur perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari dugaan pidana.
“Pelaku SA alias FP berperan membuka rekening di sebuah bank swasta dengan menggunakan identitas palsu atas nama Friska Prisilia,” jelas dia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat sejumlah pasal yakni Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) UU 19 Tahun 2016 karena menyebarkan berita bohong yang menyebabkan kerugian melalui transaksi elektronik yang disebut Pasal 45 huruf a dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Kemudian Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal 82 dan Pasal 85 UU 3 Tahun 2011 tentang tindak pidana transfer dana. Pasal 82 ancaman hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Pasal 85 ancaman hukuman 5 tahun dengan denda Rp5 miliar, dan Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Selain itu, polisi menyita sejumlah barang bukti yakni uang tunai Rp29 miliar, 3 unit hp, 9 buku tabungan dari berbagai bank, paspor para tersangka, 14 kartu ATM, 9 buku cek bank, 1 sepeda motor, 3 KTP tersangka, 1 NPWP tersangka. Lalu ada juga surat izin usaha, stamp perusahaan, akta notaris pendirian perusahaan, bukti pengembalian dana dari bank, serta bukti transaksi penukaran mata uang asing.
Modus operandi
Asep menjelaskan pelaku melakukan penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC) yang meraup keuntungan sebesar Rp84,4 miliar. Caranya, pelaku menjalankan aksinya dengan menyamar jadi perusahaan mitra dagang korban dengan tujuan mendapatkan dana yang seharusnya ditransfer ke perusahaan rekan bisnis korban yang asli.
“Pada kasus ini, sindikat menggunakan identitas palsu yang digunakan untuk membuat dokumen antara lain SIUP, SIB, Surat Izin Lokasi, dan akta notaris,” jelas Asep.
Selanjutnya, kata dia, dokumen tersebut digunakan para tersangka untuk membuat perusahaan palsu yang namanya dimiripkan dengan perusahaan mitra korban dengan menambahkan satu karakter pada alamat e-mail.
Jelas dia, dokumen perusahaan palsu itu juga dijadikan dasar dalam pembuatan rekening bank jenis giro, yang berada di bawah penguasaan masing-masing tersangka yang terdaftar sebagai direktur perusahaan palsu tersebut.
Kemudian, lanjut dia, empat tersangka membuat email palsu yang namanya dimiripkan dengan perusahaan mitra korban. Email yang digunakan penipuan terhadap perusahaan White Wood House Food Co adalah [email protected], dimana email asli dari perusahaan tersebut [email protected].
“Sedangkan dalam penipuan terhadap perusahaan Simwoon Inc, sindikat menggunakan email palsu [email protected]–sh, dimana email asli perusahaan tersebut adalah [email protected]. Sindikat mengirimkan email palsu yang berisi pemberitahuan pengalihan rekening, dengan rekening milik sindikat sebagai rekening yang dituju,” jelasnya.
Setelah ada konfirmasi transfer dari perusahaan korban, kata Asep, tersangka yang perannya mengambil uang langsung beraksi. Uang yang masuk ke dalam rekening milik sindikat ditarik tunai, diubah ke dalam valuta asing berupa US dollar, dan ditransfer ke rekening perusahaan palsu lain milik sindikat untuk dilakukan tarik tunai.
sumber: viva.co.id